Sikap yang
diambil :
1) Manajemen PT KAI
a) Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak
pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku
cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang
seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
b) Meminta maaf kepada
stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di
masa datang.
2) KAP S. Manan & Rekan
& Rekan
a) Melakukan jasa
profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan
reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesioreksi
b) Melakukan koreksi atas opini yang telah
dibuat
c) Melakukan
konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan
sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah
diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian
yang sama di masa yang akan datang.
Solusi dan Rekomendasi Agar Kasus
Serupa Tidak Terulang
Berikut
ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila
Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin perusahaan, Dewan
Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti direksi.
2.
Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk
memilah-milah informasi apa saja yang merupakan private domain.
3.
Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite
Audit.
4. Komite
Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mengetahui
berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
5. Komite
Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus
ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan.
7. Komite
Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan
kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite
Audit, tetapi Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat
mencantumkan pendapatnya pada Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan
tahunan perusahaan.
8.
Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full
disclosure.
9. Komite
Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya
pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam
organisasi.
Rekomendasi lainnya :
1) Membangun kultur perusahaan yang
baik; dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh
aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2) Mendahulukan kepentingan publik
daripada kepentingan publik.
3) Merekrut manajemen baru yang
memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada
karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4) Memperbaiki sistem pengendalian internal
perusahaan.
5) Corporate Governance dilakukan oleh
manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan
kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan,
kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6) Transaction Level Control Process
yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih
bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya
transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi
perusahaan dari kerugian.
7) Retrospective Examination yang
dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum
menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
8) Investigation and Remediation yang dilakukan
forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus
diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang
apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan
ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan asset.
9) Penyusunan Standar yang jelas
mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional
maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan
kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi
(enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal.
10) Diadakan tes kompetensi dan
kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka.
Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk
“terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan”
dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan
logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran
profesionalisme dikedepankan.
Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses
bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan
sangsi tanpa kompromi.Sumber :
http://devyanasetyapratiwi.blogspot.co.id/2015/04/kasus-pt-kai-2006.html